Sunday, February 1, 2009

Jadi "Buruh Tani" di Negeri Kanguru


Topi lebar, kacamata hitam, jaket, pisau di tangan kanan, brokoli di tangan kiri, ladang brokoli, traktor dan trailer, orang-orang berpenampilan hampir sama, dan langit musim panas Armidale yang biru. Gambaran apakah ini?

Inilah saya dalam seminggu ini: bekerja sebagai "buruh tani" di sebuah ladang pertanian sekitar 15km di tenggara luar kota Armidale. Di tempat bernama "Matilda Farms" ini, saya bersama beberapa teman Indonesia dan Korea memanen sayuran brokoli dan daun selada (lettuce). Dengan upah $17 per jam, kami bekerja sejak pukul 7 pagi tepat hingga sekitar pukul 4 atau 5 sore, di tengah terik matahari musim panas Australia (yang telah mengakibatkan gelombang panas, kebakaran hutan, kerusakan jaringan listrik, dan bahkan kematian di tempat lain seperi Melbourne dan Adelaide). Untuk mencapai tempat ini kami menumpang 2 mobil milik teman-teman yang kami sebut "lebih sejahtera" karena memiliki mobil di negeri orang.

Dengan "dipersenjatai" pisau, kami berbaris di belakang sebuah traktor besar yang bagian belakangnya dipasangi ban berjalan (conveyor belt) sepanjang 10 meter dan sebuah traktor lain di sisinya yang membawa deretan enam kotak plastik (bins) berukuran 1.5 x 1.5 meter. Kedua traktor itu dikendarai pekerja bule dan Aborijin dan menyusuri bedeng-bedeng berisi sayur brokoli atau lettuce siap panen. Tugas kami adalah memotong bonggol-bonggol sayuran yang ukurannya ideal untuk dipasarkan dan melemparkannya ke atas converyer belt yang kemudian meneruskannya ke dalam bins. Bedeng-bedeng yang kami lalui rupanya telah dirancang dan diukur sedemikian rupa agar pas dengan lebar bodi dan roda kedua traktor yang digunakan, sehingga walaupun ladang dipenuhi sayuran, nyaris tidak ada sayuran yang terlindas roda.

Kerja keras kami ditantang oleh luasnya ladang yang harus dijelajahi dan cuaca panas yang tanpa kompromi menguras energi, ketahanan dan kesabaran kami. Untunglah, para pekerja Australia sangat pengertian dan tidak main perintah. Kamipun mengisi waktu kerja dengan canda-tawa dan cerita-cerita yang kami sebut "cerita Abunawas" yang konyol. Sayang, teman-teman Korea kami tidak ambil bagian dalam bagian ini. Mungkin karena "kuper" atau karena masalah bahasa.

Para pekerja Australia kadang-kadang ikut bercanda dengan kami dan di antara mereka dengan gurauan yang biasanya mengandung swear words khas Australia. Kadang-kadang mereka bermain-main dengan saling melemparkan bonggol atau batang sayuran yang kami panen. Pameo Boys will always be boys ternyata berlaku juga di sini.

Sekitar pukul 10 pagi kami diberi kesempatan untuk melakukan "smoker" yang di ladang ini ternyata berarti istirahat. Pukul 1.30 kami diberi kesempatan makan siang selama sekitar 30 menit. Jika nature calls dan kami harus kencing, kami melakukannya di bawah pohon di sisi ladang atau bahkan di tengah ladang, biasanya diiringi senyuman dan tawa penuh pengertian teman-teman yang lain.

Dari pekerjaan ini teman-teman yang telah bekerja lebih lama (sejak Desember 2008) telah mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli mobil dan belanja keperluan sehari-hari atau dikirimkan kepada keluarga di Indonesia. Ada juga yang menabung untuk dibawa pulang ketika selesai kuliah nanti. Mungkin tidak salah julukan saya untuk teman-teman ini: "pahlawan devisa".

Sayang, karena harus konsentrasi menyelesaikan proposal dan instrumen penelitian, saya memutuskan untuk berhenti setelah 4 hari menekuni pekerjaan ini. Mudah-mudahan jika masih ada kesempatan, saya ingin bekerja seperti ini lagi di waktu-waktu mendatang.

Yang akan selalu saya ingat dari pekerjaan ini adalah sensasi unik yang saya rasakan di akhir hari kerja ketika mandor bule yang mengawasi bins yang telah kami isi penuh berseru dalam logat Australia yang kental: "That's it. No more cuts. We're out of here."

Foto: Saya di tengah ladang brokoli Matilda Farms dalam balutan "busana kerja" khas "pahlawan devisa" alias "butuh tani" di Negeri Kanguru. Foto-foto lain ada di bagian sebelah kanan blog ini.

1 comment:

Ken Shavei said...

Anda orang yang beruntung, bisa pergi keluar negri.
Sukses selalu